PutriTujuh adalah dongeng atau cerita rakyat mengenai asal mula Kota Dumai. Cerita ini mengisahkan tentang seorang pangeran yang pinangan nya di tolak oleh kerajaan Seri Bunga Tanjung. Karena malu dan tidak terima maka pangeran tersebut memulai perang, dan peperangan pun tidak dapat di hindari dan berlangsunglah perang yang hebat selama empat Dikisahkan bahwa Putri Serindang Bulan mampu hidup mandiri selama masa pengembaraan (pembuangan). Di ujung ceriteranya, Putri Serindang Bulan bertemu dengan Raja Inderapura. Dan Cerita rakyat : Suku Rejang (Bengkulu, Sumatera bagian Selatan) Cerita ini berasal dari Suku Rejang. Dahulu di sebuah desa terpencil Bengkulu- Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Bengkulu Melalui UPTD Taman Budaya menyelenggarakan Lomba Cerita Rakyat dengan tema "Mengangkat Kisah Lama di Era Modern". Pelaksanaan Lomba Cerita Rakyat yang diselenggarakan di Taman Budaya, dibuka secara resmi oleh Kepala UPTD Taman Budaya Nirwan Sukandri, M.Pd. Kegiatan Lomba Cerita Rakyat ini bertujuan untuk memperkenalkan dan CeritaRakyat Bengkulu : Cerita Anok Lumang; Cerita Putri Serindang Bulan; Cerita Keramat Riak; Cerita Legenda Batu Berambai; Cerita Kisah Ular N'Daung; Cerita Si Gulap yang Sabar ; Cerita Putri Gading Cempaka; Cerita Legenda Ular Kepala Tujuh; Cerita Asal Mula Danau Tes; Cerita Sinatung Natak Berikutadalah daftar nama cerita rakyat menurut provinsi : Cerita Provinsi Provinsi Cerita Rakyat Rakyat NAD Asal-usul NTB Putri Mandalika Tari Guel, Nyale, Ali Mentiko Mangkung, Betuah, Si Cilinaya, Kisah Kepar, Atu Doyan Nada, Belah, Raja Ki Rangga, Burung Sandubaya dan Parakeet, lala Seruni, Lesek Keti Ratna Ayu Ara, Wideradin dan Beungong Monyeh, Batu Meulu dan Golog Beungong Peukeun ContohCerita Rakyat Daerah Bengkulu. Putri Serindang Bulan. putri serindang bulan: Alkisah dahulu kala di Bengkulu hidup tujuh perempuan bersaudara. Mereka merupakan putri Raja Wawang. Dari ketujuh bersaudara, Putri Serindang Bulan merupakan putri paling bungsu. Putri Serindang Bulan juga terkenal paling cantik. KumpulanCerita Rakyat Indonesia Nusantara Asli - Ini adalah kumpulan cerita rakyat dimana, cerita tersebut saat ini menjadi salah satu legenda dan harum hingga saat ini, maka kenali cerita rakyat nusantara yang sangat asli sekali hingga turun temurun. Meskipun cerita tersebut kadang kalah di uji kebenaran atau logika tidak masuk akal, tetapi masyarakat setempat percaya dengan cerita yang ada Secarapenokohan, putri duyung bungsu memiliki sifat ingin tahu yang sangat tinggi dan rela berkorban. Putri serindang bulan juga terkenal paling cantik. Buku Legenda Dongeng Nusantara Keong Mas Bukukita Suatu hari di malam bulan purnama, putri kira memberanikan diri keluar dari istana. Cerita dongeng putri bulan. Satu hari, salah satu teman hou i menceritakan tentang Sebagianwilayah Bengkulu, juga pernah berada dibawah kekuasaan Kerajaan Inderapura semenjak abad ke-17. Propinsi Bengkulu juga banyak memiliki kisah ataupun cerita legenda tentang kehidupan masyarakatnya diantaranya : cerita tentang "Putri Serindang" Putri Serindang Bulan adalah putri ketujuh Raja Mawang yang cantik nan rupawan. PutriSerindang Bulan | Edisi Indonesia Indonesian Folklore Webpage Folklore from Bengkulu PRINCESS Serindang Bulan was the daughter of King Mawang. The kingdom was in Lebong, Bengkulu. The princess was the youngest child, she had six older brothers. The king was dying. He suffered from illness and no one could cure him. CzyiW. Uploaded byVevti Alputriana 0% found this document useful 1 vote134 views4 pagesCopyright© © All Rights ReservedAvailable FormatsDOCX, PDF, TXT or read online from ScribdShare this documentDid you find this document useful?Is this content inappropriate?Report this Document0% found this document useful 1 vote134 views4 pagesPutri Serindang BulanUploaded byVevti Alputriana Full descriptionJump to Page You are on page 1of 4Search inside document You're Reading a Free Preview Page 3 is not shown in this preview. Buy the Full Version Reward Your CuriosityEverything you want to Anywhere. Any Commitment. Cancel anytime. Provinsi Bengkulu memiliki legenda yang tidak kalah bagus dan menarik jika dibandingkan provinsi lain. Selain Putri Serindang Bulan, ada kisah Putri Gading Cempaka yang bisa kamu baca di bawah bilang kisah putri-putri kerajaan yang bagus hanya dari luar negeri saja? Di Indonesia, juga banyak kisah putri kerajaan yang menarik untuk dibaca, lho. Salah satunya adalah Putri Gading Cempaka yang merupakan cerita rakyat asal yang satu ini sarat dengan pesan moral. Untuk itu, bagus juga kalau mau kamu dongengkan untuk adik, keponakan, atau sepupu yang masih kecil. Kalau cuma ingin kamu baca untuk dijadikan hiburan juga boleh, hanya cerita lengkapnya, kamu juga akan menemukan ulasan singkat mengenai unsur-unsur intrinsik beserta fakta menariknya. Nah, kamu pastinya nggak sabar pengin segera menyimak kisah lengkap dari hikayat Putri Gading Cempaka ini, kan? Kalau gitu, mari simak selengkapnya berikut Putri Gading Cempaka Asal Bengkulu Sumber YouTube – TV Anak Indonesia Pada zaman dahulu kala, ada sebuah kerajaan bernama Sungai Serut yang terletak di daerah Bengkulu. Kerajaan tersebut didirikan oleh keturunan Kerajaan Majapahit yang bernama Ratu Agung. Sang raja dipercaya sebagai titisan dewa pengatur kehidupan bumi yang bersemayam di Gunung Bungkuk. Ratu Agung yang dikenal arif dan bijaksana ini memiliki enam orang anak laki-laki yang bernama Raden Cili, Manuk Mincur, Lemang Batu, Tajuk rompong, Rindang Papan, dan Anak Dalam. Ia juga memiliki seorang anak perempuan, si bungsu, yang bernama Putri Gading Cempaka. Kerajaan Sungai Serut tersohor bukan hanya karena kemakmurannya. Namun, kecantikan Putri Gading Cempaka juga ikut andil. Banyak sekali pangeran-pangeran dari kerajaan lain yang datang untuk meminangnya. Karena sang putri masih remaja, Ratu Agung tentu saja menolak semua lamaran itu. Tidak terasa, waktu berjalan begitu cepat, sang raja pun semakin menua dan menderita sakit keras. Karena memiliki firasat kalau umurnya tidak akan lama lagi, ia kemudian memberikan wasiat kepada tujuh anaknya. Wasiat tersebut tentu saja mengenai pewaris tahta kerajaan. Ia menunjuk Anak Dalam sebagai penggantinya. Katanya, “Demi menjunjung keadilan, kedamaian, dan ketenteraman, Ayah akan menyerahkan tahta kerajaa pada putraku, anak Dalam. Ayah berharap, kalian akan selalu rukun.” “Anak-anakku, jika suatu hari nanti Kerajaan Sungai Serut mengalami bencana, kalian menyingkirlah ke Gunung Bungkuk. Nanti akan datang seorang raja yang menjadi jodoh dari adik kalian, Putri Gading Cempaka,” lanjutnya. Selang beberapa hari kemudian, Ratu Agung meninggal dunia. Setelah itu, Anak Dalam diangkat menjadi raja untuk menggantikan ayahnya. Pinangan dari Kerajaan Aceh Anak Dalam mampu memerintah kerajaan dengan baik dan bijaksana sama seperti ayahnya. Hubungan dengan saudara-saudaranya juga tetap baik. Tidak ada di antara mereka yang bertengkar memperebutkan kekuasaan. Sementara itu, lamaran untuk Putri Gading Cempaka juga terus berdatangan. Hingga pada suatu hari, datanglah utusan dari Kerajaan Aceh hendak meminang sang putri untuk pangeran mereka. Kata salah utusan itu, “Mohon beribu ampun, Baginda. Kami merupakan utusan dari Pangeran Raja Muda dari Kerajaan Aceh. Maksud kedatangan kami adalah untuk meminang Putri Gading Cempaka. Sang pangeran saat ini sedang menunggu di atas kapal di dermaga.” Raja Anak Dalam tidak serta merta mengiyakan pinangan tersebut. Walau bagaimana pun, ia harus meminta pendapat saudara-saudaranya dan juga sang putri. Sayangnya sesuai keputusan bersama, pinangan tersebut ditolak. “Sebelumnya, kami mohon maaf. Namun setelah menimbang berbagai hal, kami memutuskan untuk tidak menerima lamaran Pangeran Raja Muda,” ucap Raja Anak Dalam pada para utusan. Hal tersebut tentu saja membuat utusan itu merasa terkejut. Mereka lalu berpamitan dan kembali ke dermaga dengan perasaan kecewa. Baca juga Kisah dari Nusa Tenggara Barat, Kembang Ander Nyawe Beserta Ulasan Lengkapnya yang Menarik tuk Kamu Simak Terjadi Peperangan Setibanya di dermaga, para utusan kemudian menyampaikan perihal penolakan pinangan itu kepada sang pangeran. Seperti yang sudah diduga, Pangeran Raja Muda begitu murka dengan penolakan itu. “Keterlaluan sekali! Berani-beraninya mereka menolak pinanganku!” serunya. Tanpa membuang-buang waktu lagi, laki-laki tersebut kemudian menantang Raja Anak dalam untuk berperang. Tanpa segan, Raja Anak Dalam menerima tantangan tersebut dan perang pun tidak dapat terhindarkan. Perang antara Kerajaan Sungai Serut dan Kerajaan Aceh berlangsung hingga berhari-hari. Banyak sekali korban yang berjatuhan akibat peperangan tersebut. Para korban bergelimpangan begitu saja di jalan tidak ada yang mengurus. Semakin hari, kedudukan Raja Anak dalam mulai terdesak. Pasukannya juga sudah mulai kewalahan karena banyak yang gugur. Di saat seperti ini, ia kemudian teringat pada nasihat mendiang ayahandanya. Kemudian, ia berbicara pada saudara-saudaranya. “Wahai saudara-saudaraku, apakah kalian masih ingat wasiat dari ayahanda? Jika Kerajaan Sungai Serut sudah tidak aman, kita diminta untuk menyingkir ke Gunung Bungkuk. Melihat kondisi sekarang, kita harus segera pergi,” katanya. Para saudara pun menyetujuinya dan mereka bergegas pergi ke Gunung Bungkuk. Sementara itu, Pangeran Raja Muda Aceh juga menarik pasukannya dari peperangan. Mereka kembali ke tempat asal tanpa hasil dan kehilangan banyak sekali pasukan. Carut Marut Kerajaan Sungai Serut Kerajaan Sungai Serut menjadi kacau balau setelah ditinggalkan oleh sang raja. Para raja dari kerajaan lain pun memperebutkan kekosongan tahta itu. Akhirnya, empat bangsawan dari Kerajaan Lebong Balik Bukit yang berhasil mendudukinya. Baru saja menguasai kerajaan sebentar, keempat orang itu malah bertengkar dan memperebutkan wilayah kekuasaan. Keadaan kerajaan tersebut semakin tidak aman dan rakyat sangatlah menderita. Beruntungnya, pertengkaran para penguasa baru Kerajaan Sungai Serut tersebut dapat didamaikan oleh seorang pengelana. Namanya adalah Maharaja Sakti yang berasal dari Kerajaan Pagaruyung, Minangkabau. Ia memang diutus oleh sang raja, yaitu Sri Maharaja Diraja, untuk menghentikan peperangan itu. Empat bangsawan tersebut kemudian dibawa ke Kerajaan Pagaruyung dan menghadap sang raja. Mereka kemudian bermusyarah dan membicarakan semuanya dengan kepala dingin. Menariknya, mereka malah mengusulkan mengangkat Maharaja Sakti untuk menjadi raja di Kerajaan Sungai Surut. Laki-laki itu bijaksana dan adil sehingga dianggap mampu menjadi pemimpin yang baik. Permohonan itu dipertimbangkan dan akhirnya dikabulkan oleh Sri Maharaja Diraja. Maharaja Sakti kemudian diangkat menjadi Raja Sungai Serut. Upacara penobatan pun dilakukan di Kerajaan Pagaruyung. Tak hanya penobatan raja baru, Kerajaan Sungai Serut pun kemudian diganti nama menjadi Kerajaan Bangkahulu. Baca juga Kisah tentang Si Itik yang Buruk Rupa dan Ulasan Menariknya, Pelajaran untuk Mencintai Diri Sendiri Penundaan Penobatan Setelah upacara selesai, Raja Paguruyung meminta Maharaja Sakti serta keempat bangsawan untuk kembali ke Kerajaan Bengkahulu. Di sana, sudah disiapkan upacara penobatan lagi sekaligus pengumuman resmi mengenai pergantian nama kerajaan. Iring-iringan pengawal raja sudah tiba di Kerajaan Bengkahulu. Upacara penobatan pun akan segera dimulai. Sayangnya tidak lama kemudian, langit tiba-tiba menjadi gelap dan hujan turun dengan begitu deras. Petir pun menyambar-nyambar dan disertai oleh angin yang kencang. Upacara pun harus dihentikan dan menunggu cuaca membaik. Hingga malam tiba, hujan tidak kunjung reda. Mau tidak mau, upacara ditunda hingga waktu yang belum ditentukan. Di malam itu juga, Maharaja sakti bermimpi bertemu dengan seorang bidadari canti sewaktu tertidur. Di dalam mimpinya itu, sang bidadari sedang menari di tengah badai dengan keadaan yang tidak basah sedikitpun. Setelah itu, wanita itu pergi ke Gunung Bungkuk. Tafsir Mimpi Sang Raja Sumber Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional – Saksono Prijanto Keesokan harinya, Raja Maharaja Sakti memanggil keempat para bangsawan. Ia pun menceritakan tentang mimpi yang dialaminya semalam. Keempat orang itu kemudian berinisiatif untuk memanggil seorang tafsir mimpi. Dan ternyata, itu adalah sebuah pertanda baik. “Ampun, Baginda. Bidadari yang Baginda lihat dalam mimpi tersebut adalah Putri Gading Cempaka. Sang Putri adalah anak Ratu Agung dan merupakan adik dari Anak Dalam, penguasa sebelumnya dari kerajaan ini,” ucap sang peramal. Lanjutnya, “Apabila Baginda bisa membawa Putri Gading Cempaka kembali ke mari, kerajaan ini di masa depan akan menjadi semakin kuat. Menurut penglihatan hamba, sang putrilah yang nantinya akan melahirkan raja-raja kuat di negeri ini.” Setelah mendengar apa yang diucapkan oleh peramal tersebut, Maharaja Sakti kemudian berniat untuk meminang sang putri. Keinginan itu pun disetujui oleh empat bangsawan dan petinggi kerajaan yang lain. Pada hari itu juga, berangkatlah beberapa utusan ke Gunung Bungkuk untuk meminang putri cantik itu. Baca juga Legenda Watu Maladong dari Nusa Tenggara Timur, Batu Sakti yang Menyuburkan Sumba, Beserta Ulasan Menariknya Sebuah akhir yang Bahagia Para utusan itu akhirnya sampai juga di Gunung Bungkuk. Salah satu dari mereka kemudian menyampaikan maksud kedatangannya. “Ampun beribu ampun, Baginda. Kami adalah utusan dari Tuanku Baginda Maharaja Sakti dari Kerajaan Bangkahulu. Atas titah beliau, hamba diminta untuk meminang Putri Gading Cempaka untuk dijadikan permaisuri.” Sesuai dengan wasiat sang ayah, Raja Anak Dalam bersama dengan saudara-saudara yang lain pun menerima pinangan tersebut. Setelah itu, mereka semua diboyong ke istana Bangkahulu. Beberapa waktu kemudian, pesta pernikahan yang begitu meriah antara Maharaja Sakti dan Putri Gading Cempaka dilaksanakan. Tak hanya menikah, acara tersebut juga sekaligus digunakan untuk penobatan sang raja. Setelah pernikahan tersebut, Maharaja Sakti kemudian membangun sebuah istana baru untuk dijadikan pusat pemerintahan. Istana tersebut terletak di kuala Sungai Lemau. Pembangunan selesai dan pusat pemerintahan dipindahkan. Kerajaan kemudian berganti nama lagi menjadi Kerajaan Sungai Lemau. Kondisi kerajaan semakin makmur karena Maharaja Sakti bisa mengayomi rakyatnya. Pernikahan sang raja dengan permaisuri berjalan dengan baik. Keduanya hidup bahagia bersama dengan anak-anak mereka. Baca juga Kisah Abu Nawas tentang Pesan Bagi Para Hakim dan Ulasan Menariknya, Pelajaran untuk Selalu Profesional dalam Bekerja Unsur-Unsur Intrinsik Cerita Rakyat Putri Gading Cempaka Sumber Agus Setiyanto Setelah menyimak hikayat lengkap dari cerita rakyat Putri Gading Cempaka, selanjutnya kamu akan menemukan penjelasan mengenai unsur intrinsiknya. Nah, ulasan singkatnya bisa kamu simak berikut ini 1. Tema Inti atau tema cerita rakyat Putri Gading Cempaka ini adalah tentang mematuhi nasihat orang tua. Kalau kisah cerita di atas, sesama saudara harus selalu menjaga kerukunan. 2. Tokoh dan Perwatakan Berikutnya, akan ada beberapa tokoh yang dibahas lebih dalam karena memiliki peran penting dalam cerita rakyat Putri Gading Cempaka. Beberapa tokoh tersebut adalah Ratu Agung, Anak Dalam, Putri Gading Cempaka, Pangeran Aceh, dan Maharaja Sakti. Tokoh pertama yang akan diulik adalah Ratu Agung. Ia merupakan seorang raja yang baik hati dan bijaksana. Selain itu, dirinya juga adalah seorang ayah yang begitu mencintai anak-anaknya. Bahkan sebelum pergi pun, ia menitipkan pesan supaya anak-anak tetap hidup rukun. Kemudian ada Anak Dalam. Sesuai dengan amanat ayahnya, laki-laki tersebut begitu menyayangi saudara yang lain dan tidak memaksakan kehendak. Ia juga rupanya seorang raja yang adil dan bijaksana. Selanjutnya ada Putri Cempaka Gading. Wanita ini adalah seorang yang begitu cantik jelita. Tak hanya memiliki paras cantik, kepribadiannya pun baik. Tokoh keempat adalah Pangeran Raja Muda Aceh. Ia adalah seorang yang angkuh dan tidak menerima penolakan. Akibat keegoisannya, ia mengacaukan Kerajaan Sungai Serut dan membuat pasukannya sendiri menderita. Lalu yang terakhir ada Maharaja Sakti. Ia adalah seorang yang bijak dan tidak gegabah. Dirinya juga bisa menjadi seorang raja yang mengayomi rakyat dan seorang suami yang menyayangi istrinya. 3. Latar dari Cerita Rakyat Putri Gading Cempaka Untuk latar utama legenda Putri Gading Cempaka ini sudah jelas, bukan? Karena asalnya dari Bengkulu, maka secara umum latar tempatnya berada di kota tersebut. Namun, untuk latar yang lebih spesifik juga disebutkan, kok. Beberapa di antaranya ada Kerajaan Sungai Serut, dermaga laut, Gunung Bungkuk, dan Kerajaan Pagaruyung. Nah, untuk yang mencari latar suasana dari cerita rakyat Putri Cempaka Gading, kamu juga bisa menemukan beberapa. Contohnya adalah sedih, kecewa, amarah, kebimbangan, dan kebahagiaan. 4. Alur Untuk alurnya sendiri, cerita rakyat Putri Gading Cempaka menggunakan alur progresif atau maju. Sang putri merupakan sosok yang begitu cantik, maka dari itu tidak heran jika banyak pangeran yang menginginkannya untuk menjadi permaisuri. Suatu hari datanglah Pangeran Muda Aceh yang hendak melamar. Namun lamaran tersebut ditolak dan sang pangeran marah. Kemarahannya menyulut peperangan. Karena perang tak kunjung berhenti, Putri Gading Cempaka bersama saudara yang lain kemudian mengungsi ke Gunung Bungkuk sesuai wasiat ayahnya. Keadaan kerajaan Sungai Serut tentu saja menjadi kacau karena tahta yang kosong menjadi rebutan. Singkat cerita, kekecauan tersebut dapat dihentikan oleh Maharaja Sakti. Dirinya yang kemudian diangkat menjadi raja di Kerajaan Sungai Serut yang kemudian berganti nama menjadi Kerajaan Bangkahulu. Tak hanya itu saja, ia jugalah yang berhasil meminang Putri Gading Cempaka untuk menjadi istrinya. 5. Pesan Moral dari Cerita Rakyat Putri Gading Cempaka Dari cerita rakyat Bengkulu berjudul Putri Gading Cempaka ini, kamu bisa mengambil banyak sekali pelajaran hidup. Salah satunya adalah patuhi nasihat orang tuamu. Orang tua pasti menginginkan yang terbaik untuk anak-anaknya. Selanjutnya, kamu harus hidup rukun dengan saudara-saudaramu. Karena ketika susah, merekalah yang akan siap sedia membantumu. Bukankah jika rukun dengan saudara juga akan membuat orang tua senang? Amanat ketiga dari cerita rakyat Putri Gading Cempaka yang bisa kamu ambil adalah jangan egois dan meluapkan kemarahan sesukamu. Nantinya tidak hanya kamu saja yang menderita, tetapi orang lain juga. Ingatlah, di dunia ini, kamu tidak akan selalu mendapatkan yang kamu mau. Lalu yang terakhir yaitu jodoh pasti akan datang di waktu yang tepat. Tidak usah terburu-buru menerima pinangan hanya karena sudah cukup umur atau banyak yang melamar. Lebih baik siapkan diri terlebih dahulu, kamu nanti pasti akan mendapatkan jodoh yang pantas untukmu Selain unsur intrinsik, pada legenda Putri Gading Cempaka ini juga dapat ditemukan beberapa unsur ekstrinsiknya. Unsur tersebut merupakan hal-hal di luar cerita seperti nilai budaya, moral, dan sosial yang membuat kisahnya semakin lengkap. Baca juga Dongeng Burung Tempua dan Burung Puyuh Beserta Ulasannya, Pengingat Bahwa Tiap Orang Punya Selera Berbeda Fakta Menarik tentang Cerita Rakyat Putri Gading Cempaka Asal Bengkulu Sumber Kabar Rafflesia Tadi pastinya kamu sudah menyimak legenda lengkap beserta unsur-unsur intrinsik dari cerita rakyat Putri Gading Cempaka, dong? Nah, jangan ke mana-mana dulu karena berikut ini ada fakta menarik tentang kisah tersebut yang sayang kalau dilewatkan. 1. Dijadikan Film Pada tahun 2018 lalu, cerita rakyat Putri Gading Cempaka diangkat ke layar lebar dengan judul yang sama. Film tersebut merupakan garapan asli anak Bengkulu, lho. Film Putri Gading Cempaka tayang perdana di salah satu bioskop ternama pada tanggal 8 Maret 2018 lalu. Filmnya dibintangi oleh Shella Dwi yang merupakan Putri Pariwisata Bengkulu 2016. Sang produser film mengatakan kalau karya tersebut dipersembahkan untuk semua rakyat Bengkulu. Penanyangan karya lokal di bioskop ternama ini juga merupakan pembuktian bahwa anak Bengkulu juga bisa memiliki karya yang keren seperti yang lainnya. 2. Dijadikan Obyek Ziarah Kisah yang kamu baca di atas bukanlah fiksi semata. Karena ada bukti nyatanya, yaitu ditemukannya makam Putri Gading Cempaka yang hingga sampai sekarang banyak dikunjungi untuk ziarah. Peziarah yang datang pun tidak hanya dari daerah tersebut, melainkan juga luar pulau. Bukan sebuah hal yang mengherankan karena cerita tentang sang putri memang begitu tersohor sehingga membuat orang-orang penasaran. Jika mungkin suatu saat kamu ingin berkunjung, letak obyek ziarah ini berada di desa Pondok Kelapa, Kabupaten Benteng, Bengkulu. Baca juga Cerita Rakyat Ular Kepala Tujuh & Ulasan Menariknya, Bukti Kerendahan Hati dan Keberanian Bisa Mengalahkan Kekejian Sudah Puas Membaca Cerita Rakyat Putri Gading Cempaka Ini? Itulah tadi kisah lengkap, ulasan unsur intrinsik, beserta fakta menarik dari cerita rakyat Putri Gading Cempaka. Gimana? Semoga saja bisa menghibur dan kamu bisa memetik pelajaran darinya. Jika kamu masih penasaran dengan legenda dari daerah lain, mending langsung saja artikel yang lainnya. Beberapa contohnya ada cerita rakyat Putri Serindang Bulan, asal-usul Kota Palembang, legenda Naga Erau, dan lain-lain Bukan hanya cerita rakyat, di sini pun kamu bisa menemukan berbagai dongeng dari luar negeri, kisah para nabi, dan fabel, lho. Maka dari itu, tunggu apa lagi? Jangan sampai kamu menyesal karena telah melewatkannya, ya! PenulisErrisha RestyErrisha Resty, lebih suka dipanggil pakai nama depan daripada nama tengah. Lulusan Universitas Kristen Satya Wacana jurusan Pendidikan Bahasa Inggris yang lebih minat nulis daripada ngajar. Suka nonton drama Korea dan mendengarkan BTSpop 24/7. EditorElsa DewintaElsa Dewinta adalah seorang editor di Praktis Media. Wanita yang memiliki passion di dunia content writing ini merupakan lulusan Universitas Sebelas Maret jurusan Public Relations. Baginya, menulis bukanlah bakat, seseorang bisa menjadi penulis hebat karena terbiasa dan mau belajar. Alkisah, di daerah Bengkulu, hiduplah seorang raja yang bernama Raja Mawang yang berkedudukan di Lebong. Raja Mawang mempunyai enam putra, dan seorang putri. Mereka adalah Ki Gete, Ki Tago, Ki Ain, Ki Jenain, Ki Geeting, Ki Karang Nio, dan Putri Serindang Bulan. Saat berusia senja dan tidak dapat lagi melaksanakan tugas-tugas kerajaan, Raja Mawang menunjuk putra keenamnya, Ki Karang Nio yang bergelar Sultan Abdullah, untuk menggantikan kedudukannya. Tidak beberapa lama setelah Ki Karang Nio menjabat sebagai raja, Raja Mawang pun wafat. Sepeninggal Raja Mawang, terjadilah prahara di antara putra-putrinya akibat penyakit kusta yang diderita oleh Putri Serindang Bulan. Penyakit itu muncul setiap kali ada raja yang datang melamarnya. Akibatnya, pertunangan pun selalu batal. Anehnya, jika pertunangan itu batal, penyakit kusta itu pun hilang. Peristiwa tersebut tidak hanya sekali terjadi, tetapi berulang hingga sembilan kali. Peristiwa tersebut menjadi aib bagi keluarga istana. Oleh karena itu, keenam kakak Putri Serindang Bulan mengadakan pertemuan untuk mencari cara agar dapat menghapus aib tersebut. “Jika hal ini dibiarkan terus terjadi, nama baik keluarga kita akan semakin jelek di mata para raja. Apa yang harus kita lakukan untuk mengatasi masalah ini?” tanya Ki Gete membuka pembicaraan. Mendengar pertanyaan itu, kelima saudaranya hanya terdiam. Sejenak, suasana sidang menjadi hening. Di tengah keheningan itu, tiba-tiba Ki Karang Nio angkat bicara. “Bagaimana kalau Putri Serindang Bulan kita asingkan saja ke tempat yang jauh dari keramaian,” usul Ki Karang Nio. “Apakah ada yang setuju dengan usulan Ki Karang Nio?” tanya Ki Gete. Tak seorang pun peserta sidang yang menjawab. Rupanya, mereka tidak sepakat dengan usulan Ki Karang Nio. “Kalau menurutku, sebaiknya Putri Serindang Bulan kita bunuh saja,” sahut Ki Tago. Mendengar usulan Ki Tago, para putra Raja Mawang tersebut langsung sepakat, kecuali Ki Karang Nio. Meskipun ia seorang raja, Ki Karang Nio harus menerima keputusan itu, karena ia kalah suara oleh kakak-kakaknya. Dalam pertemuan itu juga diputuskan bahwa Ki Karang Nio-lah yang harus melaksanakan tugas itu. Untuk membuktikan bahwa ia telah melaksanakan tugasnya, ia harus membawa pulang setabung darah Putri Serindang Bulan. Setelah pertemuan selesai, Ki Karang Nio segera menemui Putri Serindang Bulan. Betapa sedihnya hati putri yang malang itu mendengar keputusan kakak-kakaknya. Namun, ia tidak dapat berbuat apa-apa. Ia hanya bisa pasrah dan menyerahkan nasibnya kepada Tuhan Yang Mahakuasa Kuasa. “Ya, Tuhan! Lindungilah hambamu yang tidak berdaya ini!” ucap Putri Serindang Bulan dengan air mata bercucuran membasahi pipinya yang berwarna kemerah-merahan. “Maafkan aku, Dik! Aku juga tidak berdaya menghadapi mereka,” ucap Ki Karang Nio seraya menghapus air mata adiknya. Pada hari yang telah ditentukan, Ki Karang Nio pun bersiap-siap untuk membawa adiknya ke sebuah hutan yang sangat lebat untuk dibunuh. Sebelum mereka berangkat, Putri Serindang Bulan mengajukan satu permohonan kepada Ki Karang Nio. “Kak, bolehkah Adik membawa bakoa tempat daun sirih dan ayam hirik peliharaanku?” pinta Putri Serindang Bulan. “Untuk apa, Adikku?” tanya Ki Karang Nio. “Jika Adik telah mati, kuburkanlah bakoa dan ayam hirik ini bersama jasad Adik. Hanya itulah yang Adik miliki selain Kakak,” jawab Putri Serindang Bulan. Setelah berpamitan kepada kakak-kakaknya, Ki Karang Nio dan Putri Serindang Bulan pun berangkat menuju ke hutan. Di sepanjang perjalanan, kedua kakak-beradik tersebut tidak pernah saling menyapa. Hati Putri Serindang Bulan diselimuti perasaan sedih, sedangkan Ki Karang Nio berpikir mencari cara agar adiknya bisa selamat. Setelah berpikir keras, akhirnya ia pun menemukan cara untuk mengelabui kakaknya. Setibanya di tengah hutan, mereka pun berhenti di tepi Sungai Air Ketahun. “Adikku, sepertinya kita sudah terlalu jauh berjalan. Sebaiknya kita berhenti di sini saja!” Seru Ki Karang Nio. “Baiklah, Kak! Silahkan laksanakan tugas Kakak!” seru Puri Serindang Bulan. “Tidak, Adikku! Aku tidak akan sampai hati membunuh adik kandungku sendiri,” kata Ki Karang Nio. “Lakukanlah, Kak! Adik rela mati demi keselamatan Kakak. Jika Kakak tidak membunuh Adik, nyawa Kakak akan terancam. Saudara-saudara kita di istana pasti akan membunuh Kakak,” desak Putri Serindang Bulan. Akhirnya, Ki Karang Nio memberitahukan rencananya kepada Putri Serindang Bulan bahwa ia akan mengelabui kakak-kakaknya. “Aku tidak akan membunuhmu, Adikku! Aku akan membuatkanmu sebuah rakit. Dengan rakit itu, kamu ikuti aliran Sungai Air Ketahun ini. Kakak berharap ada orang yang menolongmu,” ujar Ki Karang Nio. “Tapi, bukankah Kakak harus membawa pulang setabung darah Adik untuk dijadikan bukti kepada mereka?” tanya Putri Serindang Bulan. “Benar, Adikku! Jika kamu tidak keberatan, bolehkah aku menyayat tanganmu? Aku akan mengambil sedikit darahmu dan mencampurkannya dengan darah binatang,” pinta Ki Karang Nio. “Silahkan, Kak! Kakak pun boleh menyembelih ayam hirik ini untuk diambil darahnya!” seru Putri Serindang Bulan. Dengan berat hati, Ki Karang Nio pun menyayat tangan Putri Serindang Bulan. Kemudian, darah yang keluar dari tangan adiknya tersebut ia campurkan dengan darah ayam hirik yang telah disembelih sebelumnya, lalu ia masukkan ke dalam tabung. Setelah itu, ia menyuruh Serindang Bulan untuk naik ke rakit yang sudah disiapkan. “Pergilah, Adikku! Hati-hatilah di jalan! Semoga Tuhan Yang Mahakuasa senatiasa melindungimu!” seru Ki Karang Nio. “Terima kasih, Kak! Semoga kita dapat bertemu kembali,” ucap Putri Serindang Bulan sambil meneteskan air mata. Ki Karang Nio pun tidak mampu membendung air matanya. Ia tidak tega melihat adik yang sangat disayanginya itu hanyut terbawa aliran air sungai. Setelah Putri Serindang Bulan hilang dari pandangannya, Ki Karang Nio pun bergegas kembali ke istana untuk melapor kepada kakak-kakaknya bahwa ia telah melaksanakan tugasnya. Kakak-kakaknya pun mempercayainya dengan bukti berupa tabung yang berisi darah tersebut. Sementara itu, setelah berhari-hari hanyut di sungai, Putri Serindang Bulan akhirnya terdampar di Pulau Pagai, di lepas pantai muara Air Ketahun. Berkat pertolongan Tuhan Yang Mahakuasa, ia ditemukan oleh Raja Indrapura yang sedang berburu di pulau itu. “Hai, Putri Cantik! Kamu siapa dan kenapa bisa berada di tempat ini?” tanya Raja Indrapura. Putri Serindang Bulan pun menceritakan semua peristiwa yang dialaminya hingga ia berada di tempat itu. Mendengar cerita itu, Raja Indrapura sangat terharu. Akhirnya, ia membawa Putri Serindang Bulan ke istananya di Negeri Setio Barat. Tak berapa lama kemudian, terdengarlah kabar bahwa Raja Indrapura akan menikah dengan Putri Serindang Bulan. Berkat kesaktian Raja Indrapura, penyakit kusta sang Putri tidak pernah kambuh lagi. Berita tentang pernikahan mereka pun sampai ke telinga kakak-kakaknya di Lebong. “Apa, Putri Serindang Bulan masih hidup?” celetuk Ki Gete setelah mendengar laporan dari seorang prajurit istana. Ki Gete dan keempat adiknya sangat marah kepada Ki Karang Nio, karena telah mengelabui mereka. Namun, mereka tidak berani membunuh adiknya itu, karena takut mendapat murka dari Raja Indrapura. Akhirnya, mereka bersepakat untuk menghadiri pesta perkawinan Putri Serindang Bulan dengan Raja Indrapura di Negeri Setio Barat. Ki Karang Nio tidak lupa membawa perselen, yaitu semacam emas sebagai uang jujur Putri Serindang Bulan. Setibanya di pesta tersebut, Putri Serindang Bulan dan Raja Indrapura pun menyambut kedatangan mereka dengan ramah. Bahkan ketika mereka akan kembali ke Lebong, Raja Indrapura menghadiahi mereka berbagai perhiasan emas. Dalam perjalanan pulang ke Lebong, kapal yang mereka tumpangi diterjang badai dan dihempas ombak besar hingga pecah. Mereka terdampar di sebuah pulau yang bernama Ipuh. Semua perhiasan emas pemberian Raja Indrapura tersebut tenggelam di dasar laut, kecuali milik Ki Karang Nio. Rupanya, kelima kakaknya itu iri hati kepada Ki Karang Nio dan berniat untuk membunuhnya, lalu mengambil perhiasannya. Mengetahui niat busuk kakak-kakaknya itu, Ki Karang Nio pun menyampaikan kata-kata bijak kepada mereka. “Hartoku harto udi, harto udi hartoku, barang udi cigai, uku maglek igai.” Artinya “Hartaku harta kalian, harta kalian adalah hartaku, barang kalian hilang, aku memberinya.” Kata-kata bijak Ki Karang Nio tersebut benar-benar menyentuh perasaan kelima kakaknya. Apalagi ketika Ki Karang Nio membagikan hartanya kepada mereka dengan jumlah yang sama, hati kelima kakaknya itu semakin tersentuh karena kemuliaan hati adiknya. “Adikku! Engkau adalah saudaraku yang arif dan bijaksana. Engkau memang pantas menjadi Raja di Lebong,” ucap Ki Gete dengan perasaan kagum. “Benar, Adikku! Kami sangat bangga memiliki adik sepertimu. Kami sangat menyesal karena selalu bertindak kasar terhadapmu. Kembalilah ke Lebong, Adikku! Kami akan tinggal di pulau ini saja,” seru Ki Jenain. Ketika Ki Karang Nio akan berpamitan hendak kembali ke Lebong, salah seorang kakaknya berkata, ”Huo ite saok, kame cigai belek! artinya sekarang ini kita berpisah dan kami tidak akan pulang lagi!” Menurut empunya cerita, kata-kata tersebut menjadi terkenal di kalangan masyarakat Lebong, karena tempat mereka mengucapkan kata-kata tersebut sekarang dinamakan Teluk Sarak. Kata sarak diambil dari kata saok, yang berarti berpisah. Sekembalinya ke Lebong, Ki Karang Nio menikah dengan seorang putri raja dan kemudian dikaruniai dua orang putra, yaitu Ki Pati dan Ki Pandan. Ia memerintah rakyat Lebong dengan arif dan bijaksana. Ketika usianya sudah tua, Ki Karang Nio meminta adiknya, Putri Serindang Bulan yang menjadi permaisuri di kerajaan lain, agar kembali ke Lebong untuk memilih salah seorang putranya yang akan menggantikannya sebagai raja. Akhirnya, ketika kembali ke Lebong bersama suaminya, Putri Serindang Bulan menetapkan Ki Pandan untuk menggantikan ayahnya, Ki Karang Nio. Sementara Ki Pati mendirikan biku di sebuah daerah yang kini dikenal dengan Somelako. Pesan Moral Cerita di atas memberikan pelajaran bahwa antarsesama saudara harus saling menyayangi dan melindungi. Hal ini ditunjukkan oleh sifat dan perilaku Ki Karang Nio. Karena sifat kasih sayangnya, ia selalu melindungi adik kandungnya, Putri Serindang Bulan. Bagi orang Melayu, dengan berkasih sayang antarsesama, kehidupan yang aman, damai, dan sejahtera dapat diwujudkan